KOHATI Sebagai Perempuan Pemikir
Perempuan dituntut memiliki tujuan dan aktivasi yang jelas meraih apa yang dipikirkan. Sebagai seorang perempuan yang dalam tatanan sosial sering dianggap lemah dalam berfikir, harusnya menjadi boomerang untuk lebih maju sebagai seorang pemikir. Bukan hanya slogan yang sering tergaungkan ditengah tengah organisasi, bahwa seseorang yang massif ialah mereka apabila seorang diri menjadi pemikir, berdua mengkaji dan diskusi serta jika telah bertiga maka akan melaksanakan aksi. Pedoman ini juga selayaknya dimiliki oleh para kader HMI-Wati dalam peranannya mengkonsep kegiatan atau program kerja yang mengarah dalam bidang yang ditekuninya.
Sulitnya mendamaikan pemikiran antara satu, dua atau tiga orang ialah terletak pada ketidaksamaan mindset dan cara pandang terhadap suatu persoalan. Pencarian titik terang dari apa yang menjadi konsep pergerakan menjalankan kepengurusan khususnya KOHATI Cabang Takengon maka harus terdiskusikan meskipun minim jumlah.
Sebagaimana kata bijak menyatakan bahwa Kesempatan tidak akan terulang kembali, jika tidak diambil sebagai peluang maka ide yang terlintas akan hilang dengan sendirinya. Bersama Anita dan Asmaul Husnah (25/6) hasil diskusi dirampungkan menjadi program-program KOHATI perbulan dengan sasaran dan tujuan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan yang akan diperjuangkan.
Tantangan para HMI-Wati kedepannya akan semakin sulit, dikarenakan secara eksternal keberadaan KOHATI di tengah-tengah masyarakat hampir tidak menunjukkan pergerakannya dalam kurun waktu 4 bulan silam. Disamping itu, jika di tilik dari internal KOHATI dihadapkan dengan krisis kesadaran diri dan Empati kader terhadap lingkungan yang masih sangat minim. Apakah KOHATI selanjutnya akan lebih banyak Vakum? Atau semestinya organisasi yang dinaungi oleh HMI ini dapat bangkit dan belajar dari kesalahan, untuk mencapai tujuan organisasi.
Oleh karena itu, kemampuan bekerja sama dalam tim harus kembali dibangun, meski minim jumlah. Hal tersebut diharapkan mampu mendobrak semangat juang yang sudah tertidur dalam diri para KOHATI Cabang Takengon. Untuk menyelamatkan KOHATI agar tetap ada di tengah masyarakat maupun organisasi keperempuanan lainnya maka diperlukan para pemikir yang visioner yang pantang menyerah untuk terbinanya muslimah insan cita. Persoalan tersebut bukan mendeskreditkan satu pihak dan menyanjung beberapa orang. Tetapi sebagai landasan dalam pergerakan. Bahwa saat ini KOHATI harus menjadi para perempuan yang memiliki kemampuan seorang pemikir dan actuating.
Komentar
Posting Komentar